Rabu, 02 Mei 2012

Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan



A.     permasalahan  pokok

Ada 2 masalah besar yang di hadapi oleh Indonesia adalah : keseenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Mennjelang akhir dekade 1970-an, pemerintah sudah menyadari buruknya kualitas pembangunan yang dihasilkan dengan strategi tersebut. Maka dari itu pada pelita III strategi pembangunan diubah, tak lagi hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi. Tapi juga peningkatan kesejah teraan masyarakat menjadi tujuan utama pembangunan.  Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yaitu dengan program-program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Program tersebut antara lain : Inpres Desa Tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan rumah tangga, transmigrasi, pelatihan/ pendidikan, dll. Tapi, tiba-tiba krisis ekonomi terjadi yang diawali krisis nilai tukar rupiahdan salah satu akibatnya adalah jumlah orang miskin dan perbedaan (gap) dalam distribusi pendapatan ditanah air membesar, bahkan jauh lebih burukdibanding sebelum krisis.

B.      Hubungan antara perrtumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan

Ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yaitu : semakin tinggi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) atau semakin besar pendapatan perkapita semakin besar perbedaan antara rakyat miskin dan yang kaya. Jantti (1997) dalam studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan dinegara-negara tersebut dikarnakan oleh pergeseran-pergeseran demografi, perubahan kebijakan-kebijakan publik.
Literature mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya didominasi dengan memakai data lintas Negara dan data deret waktu dari sejumlah survey/ observasi ditiap Negara. Simon Kuznets mengemukakan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang membentuk huruf U terbalik. Hipotesis huruf U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori lewis mengenai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Daerah pedesaan yang sangat padt pebduduknya mengakibatkan tingkat upah disektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai tenaga kerja dari pertanian ke industry tidak terbatas. Proses perpindahan tenaga kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industry, perbedaan pendapatan perkapita antara desa dan kota menjadi kecil atau tidak lagi ada. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan yaitu : pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisai, tetapi setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan ketimpangan  menurun, yaitu pada saat ektor industry di perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar dari tenaga kerja yang dating dari pedesaan (sector pertanian), atau pada saat pangsa pasar pertanian lebih kecil didalam produksi dan penciptaan pendapatan.

C.      Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan

Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan perkapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan.  Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan ada pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Faktor lain adalah : derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
Kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB (produk Domestik Bruto) atau PN (Pendapatan Nasional), tapi juga dengan pertumbuhan-output di sektor-sektor ekonomi seara individu.
Dalam akhir 1990-an, term pertumbuhan yang prokemiskinan (PPG), diiefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan yang  signifikan. Didalam literature muncul 2 pendekatan yaitu : pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proposional. Pendekatan kedua fokus pada percepatan laju petumbuhan pendapatan dari kelompok miskin lewat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan memperbesar kesempatan bagi rakyat miskin untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju penurunan kemiskinan.
Hasil-hasil dari sejumlah studi mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yaitu efek trickle-down dari peertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/ pendapatan dari kelompok miskin. Maka dari itu ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.

D.     Beberapa indikator kesenjangan dan kemiskinan

Untuk mengukur kemiskinan, ada tiga indicator yang di perkenalkan oleh Foster dkk, yang sering digunakan didalam studi empiris. Pertama, presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan. Kedua, menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan Indeks Jarak Kemiskinan (IJK). Ketiga, diukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK). Selain itu para peneliti tertarik pada dua factor lain, yaitu rata-rata besarnya kekurangan pendapatan rakyat miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara rakyat miskin. Yang berarti, factor-faktor lain tidak berubah, tambah tinggi rata-rata besarnya kekurangan pendapatan rakyat miskin tambah besar gap pendapatan antar rakyat miskin dan kemiskinan akan tambah besar.

E.      Kesenjangan dan kemiskinan di Indonesia

Tingkat kemiskinan antar Negara berbeda, itu disebabkan oleh kondisi social, ekonomi, demografi, politik, kelembagaan, dan kebijakan yang berbeda.
Di Indonesia dalam perriode 1990-an kemiskinan meningkat akibat krisis ekonomi 1997/1998, dan peningkatan tersebut lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan. Hal ini dikarnakan oleh ekonomi perkotaan yang didominasi oleh sektor-sektor nonpertanian yang sangat tergantung pada impor, modal asing, dan hutang luar negri lebih dipukul oleh krisis tesebut dibandingkan ekonomi pedesaan yang didominasi oleh sector pertanian yang lebih tergantung pada sumber-sumber daya produksi dalam negri.  Selain angka kemiskinan, ada sejumlah indicator lainnya yang dapat digunakan sebagai proxy dari kondisi kemiskinan disuatu Negara. Salah satunya, adalah tingkat kelparan atau jumlah anak yang kurang gizi.
Pada awal orde baru tahun 1966, rata-rata pendapatan massyarakat Indonesia hanya sekitar 50 dolar AS pertahun, dan lebih dari 80% dari populasi hidup dipedesaan atau sector pertanian, yang kebanyakan adalah petani kecil atau marjinal. Pada tahun 1969 pemerintah orde baru mulai melaksanakan pembangunan dengan mencanangkan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama(Repelita I) dan sejak itu dengan kebijakan ekonomi terbuka, investasi dan bantuan keuangan dari luar negri membanjiri Indonesia.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, pendapatan rata-rata perkapita di Indonesia mengalami suatu peningkatan yang pesat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut juga memberi suatu kontribusi yang besar terhadap pengurangan kemiskinan yang terjadi tiap tahun selama periode orde baru. Selain tingkat kemiskinan, ada dua hal lain yang juga harus diperhatikan dalam membahas kemiskinan di Indonesia, yaitu : kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Semakin besar nilai kedua indeks ini disebuah Negara mencerminkan semakin seriusnya persoalan kemiskinan dinegara tersebut.
Variasi dalam perubahan kemiskinan antarprovinsi ini disebabkan oleh perbedaan antarprovinsi dalam banyak hal, seperti laju pertumbuhan ekonomi dan sifatnya, struktur ekonomi, kondisi infrastruktur, tingkat keparahan krisis yang dialami oleh ekonomi provinsi, dan juga implementasi di tingkat provinsi dari program-program anti kemiskinan, khususnya pada masa krisis, dari pemerintah pusat. Pemerintahan orde baru juga bisa menjaga tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan tidak meningkat secara berarti pada saat ekonomi mengalami pertumbuhan pesat.
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari survey  Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (Proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat.
Keberhasilan suatu pembangunan ekonomi tidak dapat hanya diukur dari laju pertumbuhan output atau peningkatan pendapatan secara agregat atau perkapita. Hasil dari upaya pemerintah selama orde baru untuk meningkatkan pemerataan pendapatan bisa dilihat pada perkembangan perkembangan koefisien Gini sejak 1965 hingga 1999 dengan memakai data SUSENAS.
Secara teoretis, perubahan pola distribusi pendapatan dipedesaan dapat disebabkan oleh factor-faktor berikut ini :
1.      Akibat arus penduduk/ tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan yang selama orde baru berlangsung sangat pesat.
2.      Struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di perdesaan dengan di perkotaan.
3.      Dampak posif dari proses pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut :
a.      Semakin banyak kegiatan ekonomi da pedesaan di luar sector pertanian yang menyebabkan bertambahnya jumlah kesempatan kerja dipedesaan dan juga menambah pendapatan petani.
b.      Tingkat produktivitas dan pendapatan riil tenaga kerja disektor pertanian meningkat.
c.       Potensi SDA yang ada di pedesaan semakin baik.




F.       Pertanian sumber utama kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak factor. Di Indonesia kemiskinan merupakan suatu fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial dipedesaan pada umumnya dan di sector pertanian pada khuusnya. Sector terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia selama ini adalah pertanian. Penurunan daya serap pertanian terhadap pertumbuhan tenaga kerja relative dibandingkan sector lain juga terjadi di banyak Negara lainnya, yang merupakan salah satu cirri proses transformasi ekonomi yang terjadi seiring dengan proses pembangunan ekonomi jangka panjang.
Penduduk disektor pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber pendapatan utamanya dari sector-sector lainnya. Mengenai keterkaitan antara pendapatan petani dan lahan yang dimiliki/ kuasainya, tidak heran jika konferensi Internasional tentang pembaruan Agraria dan pembangunan pedesaan atau ICARRD 2006 di Porto Alegre, Brazil, mengeluarkan suatu kesepakatan bersama dari semua Negara peserta yang menegaskan bahwa hanya dengan pengaturan kembali struktur agraria atau penguasaan tanah, kemiskinan bisa diberantas dan sekaligus kedaulatan dan kepasstian pangan bisa tercapai. Di dalam literature perdagangan Internasional, pertukaran dua barang yang berbedadi pasar dalam negri dalam nilai mata uang nasional disebut dasar tukar dalam negri.
Di Indonesia petani beras di dalam negri mengalami persaingan yang sangat ketat, termasuk dengan impor. Karna beras adalah makanan pokok, maka permintaan beras lebih dipengaruhi oleh jumlah manusia dan pendapatan massyarakat, bukan oleh harga. Sedangkan dari sisi biaya produksi, factor utama adalah harga pupuk, yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. Hal ini tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk didalam negri yang terbatas, tapi oleh adanya distorsi di dalam system pendistribusiannya.

G.     Kebijakan anti-kemiskinan

Kebijakan anti-kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia.
Pada ttahun 2000, Bank Dunia muncul dengan suatu kerangka kerja analisis yang baru untuk memerangi kemiskinan yang di bangun di atas tiga pilar, yaitu : pemberdayaan, keamanan, dan kesempatan. Menurut ADB (1999), ada tiga pilar dari suatu strategi penurunan kemiskinan, yaitu :
1.      pertumbuhan berkelanjutan yang pro-kemiskinan
2.      pengembangan social yang terdiri atas pengembangan SDM, modal social, perbaikan status dari perempuan, dan perlindungan social
3.      manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik, yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dari dua pilarpertama

8 target yang harus dicapai yang salah satunya fokus langsung terhadap permasalahan kemiskinan, yaitu :
1.      meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem
2.      mencapai pendidikan dasar secara universal
3.      meningkatkan kesejahteaan jender dan memberdayakan wanita
4.      mengurangi tingkat kematian anak
5.      memperbaiki kesehatan ibu
6.      memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya
7.      menjamin kelestarian lingkungan hidup
8.      membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan

intervensi jangka pendek adalah terutama pembangunan sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan. Intervensi lainnya yang termasuk intervensi jangka pendek adalah manajemen lingkungan dan SDA.
Sedangkan intervensi jangka menengah dan panjang yang penting adalah :
1.      pembangunan/ penguatan sector swasta
2.      kerjasama Regional
3.      manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
4.      desentralisasi
5.      pendidikan dan kesehatan
6.      penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
7.      pembagian tanah pertanian yang merata

kebijakan anti kemiskinan di Indonesia terefleksi dai besarnya pengeluaran dalam APBN untuk membiayai program-program pemberantasan kemiskinan di tanah air. Pengeluaran untuk memberantas kemiskinan diberikan dalam dua bentuk, yaitu : yang pertama dalam bentuk uang, subsidi beras, pelayanan kesehatan dan gizi, dan pendidikan. Yang kedua, penciptaan kesempatan kerja.



Referensi :
-          Perekonomian Indonesia ( Dr. Tulus T.H. Tambunan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar