Rabu, 03 Desember 2014

Tanggung Jawab yang Terabaikan

             Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) J.A.S selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena J.A.S terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT.GRI tahun 2003.

       Selama izinnya dibekukan, J.A.S dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).

        Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan J.A.S dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.

           Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan PT.GRI. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan juga Kejaksaan, ujar Fuad.   

      Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT.GRI tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT.GRI. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu.

       Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu," katanya. Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan PT.GRI. Deputy Managing Director Johan Malonda, J.A.S, menyatakan, selama mengaudit buku PT.GRI, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan PT.GRI berbeda dengan ketentuan yang ada. "Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien," kata J.A.S.

         Menurut J.A.S, PT.GRI banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi PT.GRI hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. J.A.S menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.

       Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor PT.GRI sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, PT.GRI mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian PT.GRI menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003," kata J.A.S. Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT.GRI ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, S.T.

         Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di PT.GRI. Akibatnya, PT.GRI mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, PT.GRI kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar.



Analisis:



          Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. PT. GRI yang merupakan klien dari akuntan publik berinisial J.A.S, dalam kasus ini terjadi kesalahan pencatatan audit atas laporan keuangan tahun buku 2003.

          Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini Akuntan Publik J.A.S sebagai Akuntan Publik yang dipercayai oleh PT.GRI untuk mengaudit laporan keuangan.

         Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik. J.A.S memberikan jasa kepada PT.GRI berupa jasa atestasi secara tidak professional.


1. Independensi.
         Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Dalam hal ini sikap mental independen dari Akuntan Publik berinisial J.A.S tidak dapat dipertahankan dan kurang baik.


2. Integritas dan Objektivitas.
       Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya atau mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain. Dalam hal ini, Akuntan Publik J.A.S telah membiarkan PT. GRI melakukan salah saji laporan keuangan yang sebenenarnya.


Standar Umum dan Prinsip Akuntansi:
A. Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional. Dalam kasus ini Akuntan Publik J.A.S tidak memberikan jasa secara profesional dan tidak diselesaikan dengan kompotensi profesional karena telah menggelembungkan akun penjualan dan piutang PT.GRI.

B. Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. Karena telah menggelembungkan akun penjualan dan piutang maka Akuntan Publik berinisial J.A.S melakukan jasanya dengan tidak cermat dan tidak sesama.

C. Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. Dengan ini Akuntan Publik J.A.S memperoleh data yang tidak relevan dan telah mengetahuinya namun Akuntan Publik J.A.S membiarkannya begitu saja.



Kepatuhan terhadap Standar.
       Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI. Dalam hal ini Akuntan Publik J.A.S tidak patuh terhadap IAI karena telah melakukan konspirasi dengan PT.GRI.


Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Anggota KAP tidak diperkenankan:
       
          Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Alangkah baiknya Akuntan Publik J.A.S memodifikasi material terhadap laporan atau data agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku karena telah terjadi penyimpangan pada data yang diterima.


     Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Dari penyimpangan data yang diberikan PT. GRI kepada Akuntan Publik J.A.S lalu Akuntan Publik J.A.S memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.



Komunikasi antar akuntan publik:
         Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Karena tidak adanya komunikasi antara J.A.S dan Akuntan Publik sebelumnya yaitu Johan Malonda jadi alangkah baiknya jika J.A.S melakukan komunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu agar J.A.S mengetahui benar bagaimana keadaan PT. GRI.


       Secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Dalam hal ini PT. GRI tidak dapat mengendalikan perusahaannya untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan karena PT.GRI kesulitan arus kas dan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar. Sebaiknya PT. GRI mencatat laporan keuangannya sesuai dengan aturan yang ada sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.


         Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut :

1. Transparansi : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Adanya indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di PT.GRI mengakibatkan PT.GRI mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Seharusnya PT.GRI menyajikan laporan keuangan sesuai dengan keadaan sesungguhnya sehingga terjadinya kesulitan arus kas dan gagal membayar hutang dapat dihindari.

2. Pengungkapan : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Dengan adanya kelebihan pencatatan akun penjualan dan piutang yang tidak sesuai dengan keadaan PT.GRI mengakibatkan PT.GRI mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang sebesar Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar. Hal ini sangat merugikan pihak terkait yaitu bank mandiri.

3. Pertanggungjawaban : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Mengenai penggelembungan nilai jual karna metode pencatatan akuntansi yang diterapkan oleh PT.GRI berbeda dari ketentuan, yaitu mencantumkan biaya bahan baku dalam nilai ekspor sedangkan bahan baku didapat dari pesanan. Akibatnya empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, S.T.


Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan GCG:

1. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, S.T dikarenakan telah terjadi pencatatan kelebihan akun penjualan dan piutang. Alangkahkah baiknya jika para anggota direksi pada PT.GRI tidak melakukan penyimpangan pencatatan laporan keuangan maka nama perusahaan dimata umum pun akan baik terutama para investor.

2. Nilai Etika Perusahaan kode etik ini hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan. Dalam hal ini karna metode pencatatan akuntansi yang diterapkan oleh PT.GRI berbeda dari ketentuan, yaitu mencantumkan biaya bahan baku dalam nilai ekspor sedangkan bahan baku didapat dari pesanan. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pencatatan pada akun penjualan dan juga piutang. Tindakan pencatatan dengan metode berbeda yang dilakukan oleh para anggota direksi dan pemimpin PT.GRI mengakibatkan penyajian laporan keuangan menjadi tidak andal.


Conflict of interrest:
1. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain. PT.GRI telah melakukan kelebihan pencatatan pada akun penjualan. Kelebihan pencatatan terjadi karena metode yang digunakan dalam pencatatan laporan keuangan PT.GRI berbeda. Jika saja PT.GRI tidak melakukan kelebihan pencatatan akun penjualan dan piutang makaakan mengurangi resiko PT.GRI untuk mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang sebesar Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar yang merugikan pihak terkait.



Sanksi:
       Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan. Kejaksaan Agung dalam kasus laporan keuangan PT.GRI menyatakan empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, S.T. Dalam kasus ini alangkah lebih baiknya jika para anggota direksi dan pemimpin saling melaksanakan ketentuan dalam kode etik.


Penyebab Fraudulent Financial Reporting:
1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. Pada kasus ini dalam laporan keuangan PT. GRI terdapat kelebihan pencatatan pada akun penjualan dan piutang. Hal ini menyebabkan PT. GRI mengalami kesulitan arus kas dan membayar hutang pada bank mandiri. Seharusnya PT. GRI dan Akuntan Publik J.A.S menyajikan laporan keuangan sesuai dengan aturan, sehingga dapat mengurangi resiko yang diterima oleh PT. GRI.

2. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. PT.GRI menerapkan metode yang berbeda dengan standar yaitu adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga ditafsirkan adanya penyembunyian informasi secara sengaja oleh Akuntan Publik yang mengaudit PT.GRI.

        Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Bapepam menemukan kelebihan pencatatan penyajian akun penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Seharusnya laporan keuangan diaudit sesuai dengan standar aturan akuntansi yang berlaku sehingga tidak adanya penyajian data dan informasi yang dihasilkan.


Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 
1. Tanggung jawab moral, yaitu memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya. J.A.S menyembunyikan informasi dengan sengaja mengenai penggelembungan nilai jual karna metode pencatatan akuntansi yang diterapkan oleh PT.GRI berbeda dari ketentuan, yaitu mencantumkan biaya bahan baku dalam nilai ekspor sedangkan bahan baku didapat dari pesanan. J.A.S tidak memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit.

2. Tanggung jawab profesional, yaitu akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya. J.A.S menyembunyikan informasi mengenai penggelembungan akun penjualan dan piutang pada laporan keuangan PT.GRI. Dalam hal ini J.A.S kurang memiliki tanggung jawab profesional terhadap audit yang dilakukannya pada PT.GRI.

3. Tanggung jawab hukum, yaitu Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku. Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Untuk memenuhi tanggung jawabnya terhadap hukum yang berlaku J.A.S dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP).






http://m.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta


http://finance.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/13/time/105126/idnews/719533/idkanal/6