Senin, 17 November 2014

Kesalahan Pencatatan Audit Merubah Rugi menjadi Laba

Kesalahan laporan keuangan PT KAI diduga terjadi sejak 2004. Karena pada tahun itulah laporan keuangan perseroan diaudit Kantor Akuntan Publik S.M.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto, berdasarkan informasi dari Akuntan Publik S.M, audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk 2003 dan sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, audit terhadap laporan keuangan 2004 dilakukan oleh BPK dan Akuntan Publik S.M. "Hanya audit laporan keuangan 2005 yang dilakukan oleh Akuntan Publik S.M," kata Ahmadi kepada pers kemarin.

Penjelasan ini terkait dengan penolakan komisaris PT.KAI atas laporan keuangan perseroan tahun buku 2005 yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.M. Komisaris yang menolak itu adalah Hekinus Manao lantaran laporan keuangan itu tidak benar sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar.

       Dalam penjelasannya kepada Ikatan Akuntan Indonesia, Hekinus Manao menyatakan ada tiga kesalahan dalam laporan keuangan PT.KAI. Pertama, kewajiban perseroan membayar Surat Ketetapan Pajak pajak pertambahan nilai Rp 95,2 miliar, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2003, disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. "Komisaris berpendapat pencadangan kerugian harus dilakukan karena kecilnya kemungkinan tertagihnya pajak kepada para pelanggan," kata Hekinus dalam laporannya.

       Kedua, adanya penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sekitar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat dilakukannya inventarisasi pada tahun 2002, pengakuannya sebagai kerugian oleh manajemen PT.KAI dilakukan secara bertahap (diamortisasi) selama 5 tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sekitar Rp 6 miliar. "Komisaris berpendapat saldo penurunan itu nilai Rp 6 miliar itu harus dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005," ujar Hekinus.

       Kesalahan ketiga, lanjut dia, bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya senilai Rp 674,5 miliar dan penyertaan modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen disajikan dalam Neraca 31 Desember 2005 yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari utang. "Menurut komisaris, bantuan pemerintah dan penyertaan modal tersebut harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan."

       Menurut Ahmadi, jika pendapat Hekinus benar, maka kesalahan penyajian laporan keuangan tersebut telah terjadi bertahun-tahun. "Seharusnya komisaris terlibat sebelum laporan keuangan diterbitkan."

       Kementerian BUMN juga akan memanggil komisaris PT.KAI pada pekan ini juga mengenai penolakan komisaris. "Tapi belum ada kesimpulan laporan siapa yang benar atau salah," kata Deputi Menteri BUMN bidang Logistik dan Pariwista Hari Susetio. Kurniasih Budi/Anton Aprianto


Analisis:

Pelaksanaan Audit adalah untuk pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan dengan melihat kewajaran atas laporan keuangan. Laporan keuangan perseroan PT.KAI tahun buku 2005 ditolak oleh komisaris PT.KAI yang disebabkan karena adanya dugaan kesalahan pencatatan pada audit laporan keuangan PT.KAI yang dilakukan oleh Akuntan Publik berinisial S.M yang seharusnya perseroan merugi Rp 63 miliar tapi tercatat menghasilkan laba sebesar Rp 6,9 miliar.

Penolakan itu disebabkan adanya kesalahan pencatatan yaitu, Ketetapan Pajak Pertambahan Nilai Rp. 95,2 miliar disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. Selain itu, saldo penurunan nilai belum dibebankan sebagai kerugian sekitar Rp 6 miliar pada tahun 2005. Dan bantuan pemerintah senilai Rp 674,5 miliar juga penyertaan modal negara Rp 70 miliar yang seharusnya dicatat pada modal perseroaan.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat kebenaran laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang baik sebagai dasar dalam mengambil keputusan untuk investasi. Namun yang dilakukan oleh S.M mengakibatkan informasi yang diperoleh tidak sesuai dengan yang terjadi sehingga laporan keuangan tersebut tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan PT.KAI dan hasil usaha perseroan tersebut.
SM telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik dalam kasus audit umum atas laporan keuangan PT Kereta Api (Persero) Tahun 2005. Dari kasus ini S.M dikenakan sanksi pembekuan izin pemberian jasa atestesi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang bebas, tidak memihak dan memiliki pengetahuan yang sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.

Laporan audit berisi tentang kewajaran laporan keuangan, tanggung jawab auditor, serta penjelasan standar audit yang dilakukan oleh Akuntan Publik. Namun karena pelanggaran yang dilakukan oleh S.M maka informasi yang dihasilkan menjadi tidak benar dan dapat merugikan perseroan yang diaudit. Kerugian dalam hal ini yaitu dengan kesalahan pencatatan perseroan yang seharusnya mengalami rugi tapi dicatat dan disajikan menghasilkan laba yang cukup besar. Dengan laba yang besar perseroan akan dibebankan pajak yang besar pula yang akan menambah pengeluaran biaya perseroan.

Standar umum pribadi auditor bukan hanya melakukan auditing, tapi juga memiliki mental yang independen dan menggunakan kemampuannya dengan cermat dan seksama. Jika S.M melakukan auditnya dengan cermat maka terjadinya kesalahan pencatatan dapat dihindarkan sehingga informasi laporan hasil auditpun akan dapat bermanfaat bagi perseroan maupun pemerintah sebagai acuan untuk mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Seharusnya S.M menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang Akuntan Publik yaitu melakukan pencatatn yang sebenarnya terjadi dan berlandaskan Standar Akuntansi Publik yang berlaku di Indonesia untuk mencapai tujuan profesi akuntansi.

Dalam mencapai tujuan audit, auditor harus melakukan audit berdasarkan Prinsip Etika Profesi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Sehingga tidak adanya pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik seperti yang dilakukan oeh S.M.

Dalam kasus S.M ini terdapat pelanggaran terhadap prinsip etika profesi, yaitu:
1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Dalam hal ini S.M tidak melakukan tanggung jawabnya sebagai sseorang Akuntan Publik untuk menyajikan informasi atas laporan keuangan yang sebenarnya.

2.  Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Atas pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dilakukan oleh S.M yaitu adanya beberapa kesalahan atas pencatatan laporan keuangan yang diauditnya. Dengan begitu perseroan dan pihak lain tidak mendapat informasi mengenai keadaan keuangan sebenarnya untuk mengambil keputusan dalam manajemen PT. KAI. Selain itu tujuan profesi akuntan yang berorientasi kepada kepentingan publik tidak tercapai dengan baik.

3.  Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Prinsip Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Dalam hal ini Hekinus Manao menolak laporan keuangan yang diaudit oleh S.M karena Hekinus Manao menyatakan laporan keuangan itu tidak benar sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar. Kasus ini membuat  kepercayaan terhadap S.M untuk melakukan audit pun berkurang.

4.  Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus PT.KAI ini S.M dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP namun tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Selain itu pembekuan izin oleh Menkeu sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.

5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Dalam kasus ini S.M melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik. Pelanggaran tersebut berupa kesalahan pencatatan sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar tapi disajikan mendapatkan laba sebesar Rp 6,9 miliar. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya prinsip kehati-hatian dalam melakukan profesinya sebagai seorang Akuntan Publik.

6.  Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Seharusnya S.M konsisten dalam melakukan audit sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan sehingga kesalaha pencatatan tidak terjadi dan tidak adanya pihak yang dirugikan atas hasil audit laporan keuangan yang diaudit olehnya. Selain itu reputasi KAP tempat ia bekerja pun tidak buruk dimata publik.


Sumber :


Sabtu, 01 November 2014

Kenikmatan Dibalik Palsunya Label Halal


     TEMPO Interaktif, Jakarta:Terbongkarnya kasus PT. AI tidak terlepas dari keteledoran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengontrol produk makanan berlabel halal. Penggantian bakteri bactosoytone yang berasal dari pankreas babi adalah indikasi keteledoran itu. “PT. AI jelas bersalah, namun itu tak lepas dari peran MUI yang tak melakukan kontrol terhadap setiap sertifikasi halal yang telah diterbitkan,” kata Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI), Indah Suksmaningsih ketika ditemui di Kantor YLKI, Jumat (5/1).

          Dalam surat yang ditujukan kepada direksi PT. AI, MUI telah menyatakan bahwa PT. AI telah melakukan penggantian bahan nutrisi pembuatan MSG dari polypeptone menjadi bactosoytone. Penggantian itu sendiri terjadi sejak Juni 1999, namun baru Desember 2000, kasus penggantian tersebut terbongkar.

     Menurut Indah, sebagai lembaga yang berwenang menentukan halal dan haram produk makanan dan minuman di Indonesia, MUI harus hati-hati dan tidak teledor. Bukan tidak mungkin kasus ini terjadi pula pada produk lain. Apalagi hal itu dapat menyebabkan gejolak sosial seperti yang terjadi pada kasus PT. AI ini. “Sejak diumumkan mengenai produk PT. AI itu mengandung unsur babi, kami terus menerus mendapat telepon dari masyarakat yang resah. Apalagi kasus ini berbau SARA,”ujarnya.

        Indah pun menegaskan bahwa YLKI akan memfasilitasi anggota masyarakat yang akan mengajukan gugatan class action. Saat ini sudah ada lima organisasi kewanitaan yang bersiap-siap mengajukan gugatan itu, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Konggres Wanita Indonesia (Kowani), Persatuan Warakawuri Republik Indonesia (Perwari), Fatayat NU dan Aisyiah Muhammadiyah. “Mereka sudah menyatakannya kepada YLKI,” kata Indah.

       Agar kasus ini tidak terulang lagi, YLKI mengusulkan agar pemerintah membentuk badan yang khusus menangani hal ini. Lembaga itu bisa berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) yang diperluas keanggotaannya, termasuk anggota dari MUI. Sebab Ditjen POM sendiri sudah memiliki fasilitas laboratorium hampir di seluruh daerah. "Ini akan memudahkan dan menjadi ujian bagi pemerintah apakah serius untuk melindungi konsumen atau tidak," kata Indah. (Deddy Hermawan).



http://m.tempo.co/read/news/2001/01/05/05516869/Kasus-Ajinomoto-Karena-MUI-Teledor



Analisis:

      Banyaknya kompetitor dalam dunia bisnis membuat para pelaku usaha untuk terus berinovasi. Namun kadang dengan adanya persaingan itu membuat beberapa pelaku usaha menghalalkan berbagai cara agar tetap bertahan dipasaran. Salah satu contohnya pada kasus yang dilakukan oleh PT. AI. PT. tersebut telah mencampurkan bakteri bactosoytone yang berasal dari pankreas babi pada produk mereka, namun tetap memberikan label halal agar tetap beredar dipasaran.

      Hal ini dapat terjadi karna adanya faktor perilaku yang tidak dikoreksi yang merupakan kelalaian MUI mengenai control sertifikasi halal pada produk makanan tersebut sehingga dapat beredar dipasaran dan dikonsumsi masyarakat. Atas kasus ini PT. AI telah melanggar UU no. 8 pasal 3D tahun 1999 tentang perlindungan konsumen "Menciptakan sistem perlindungn konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi". Karna PT. AI telah memasang label halal sedangkan produk makanan tersebut mengandung bakteri yang dihasilkan dari pankreas babi, maka produk makanan yang dimiliki PT. AI harus ditarik dari pasaran.


Filsafat Moral:

        1. Eudonisme menurut Aristoteles (384 – 322), artinya Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan. Dalam hal ini PT. AI seharusnya tidak melakukan penggantian bakteri bactosoytone yang berasal dari pankreas babi kedalam produk makanan, sehingga tidak adanya pihak yang dirugikan.

      2. Ultilitarianisme, artinya moralitas suatu tindakanharus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapau kebahagiaan umat manusia. PT. AI seharusnya mementingkan kenyamanan para konsumen sehingga tercapainya tujuan perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya dan bukan hanya untuk keuntungan semata


Dalam menciptakan etika bisnis, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

      1. Pengendalian Diri artinya, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis. Jadi maksudnya dalam hal ini seharusnya PT. AI tidak melakukan hal yang curang dengan tidak memperbarui sertifikasi label halal pada produk makanan yang diproduksinya.

      2. Pengembangan tanggung jawab sosial artinya, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini PT. AI seharusnya mempehatikan kenyamanan konsumen dengan tidak melakukan perubahan bakteri yang berasal dari pankreas babi. Karna dengan adanya perubahan tersebut masyarakat yang umumnya muslim akan tidak merasa nyaman karna kandungan produk makanan tersebut tidak diperbolehkan untuk para muslim. Hal tersebut tertulis dalam QS. Albaqarah (173) " sesungguhnya allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain allah".

         3. Menciptakan persaingan yang sehat, artinya dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut. Maksudnya tidak seharusnya PT. AI tidak mengganti bahan nutrisi pembuatan MSG dari polypeptone menjadi bactosoytone yang berasal dari pankreas babi dan tidak melakukan pembaruan sertifikasi label halal agar tetap dapat bersaing dipasaran.

    4. Mampu menyatakan yang benar itu benar, dalam hal ini seharusnya PT. AI transparan dalam menginformasikan unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi tentang produk makanan yang akan dikonsumsi. Sehingga masyarakat tau produk makanan apa saja yang dapat mereka konsumsi.

       5. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama, dalam hal ini PT. AI konsekuen dan konsisten untuk tidak melakukan kecurangan yang merugikan konsumen demi keuntungan perusahaan karena itu akan melanggar konsep etika bisnis. Dan konsekuensi yang harus diterima oleh PT. AI adalah dengan ditariknya produk milik PT. AI dari pasaran.


Dunia Bisnis:

     Dalam dunia bisnis persaingan yang ketat membuat para pelaku bisnis melakukan segala cara agar tetap bertahan dipasaran. Terjadinya perilaku penyimpangan dalam dunia bisnis terjadi karna adanya keadaan yang mendorong dan kesempatan yang ada. Seperti halnya pada kasus ini, kelalaian MUI dalam mengontrol sertifikasi halal produk makanan PT. AI. Maka PT. AI dengan bebasnya melakukan kecurangan dengan melakukan pergantian bahan nutrisi pembuatan MSG dari polypeptone menjadi bactosoytone . Hal tersebut seharusnya tidak dilakukan karna telah melanggar perlindungan konsumen mengenai informasi produk makanan yang dikonsumsinya. Selain itu sebagai pelaku bisnis seharusnya PT. AI tidak melakukan kecurangan sehingga terciptanya persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bisnis dipasaran.